..

...

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger

Kamis, 05 Mei 2011

arti pramuka

Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia yang diakui keberadaannya oleh pemerintah telah menjadi sebuah organisasi yang besar, dengan jumlah anggota yang besar. Namun demikian, kenyataannya pada perkembangan dewasa ini pendidikan kepramukaan semakin dijauhi oleh para remaja. Fakta menunjukkan bahwa pada hampir semua sekolah menengah dan sebagian SMP pendidikan kepramukaan bukan merupakan pilihan utama kegiatan ekstra kurikuler. Para siswa memiliki kecenderungan memilih kegiatan ekstra kurikuler lainnya yang dianggap lebih menarik. Gejala ini juga terjadi pada berbagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kepramukaan, yaitu bahwa pendidikan kepramukaan di kampus perguruan tinggi hanya diikuti oleh sedikit mahasiswa.

Meluruskan Pengertian ‘Pramuka’
Adanya ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan dengan kenyataan yang ada ditengarai karena adanya kesalahan persepsi mengenai pengertian Pramuka atau anggota Gerakan Pramuka. Menurut Baden Powell seseorang dapat dikatakan sebagai anggota suatu gerakan kepanduan (kepramukaan) apabila ia telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu ialah berupa syarat kecakapan umum (SKU). Untuk itulah apabila seorang anak atau remaja ingin diakui keberadaannya dalam suatu ikatan sepersaudaraan bakti pada satuan Gerakan Pramuka ia harus berusaha untuk lulus ujian SKU sesuai dengan golongan usianya. Bahkan sebelum ia lulus ujian SKU dan dilantik ia belum boleh mengenakan atribut pakaian seragam secara lengkap, yaitu mengenakan setangan leher atau pita leher, topi dan tanda pelantikan.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang anak atau remaja/pemuda yang mengikuti pendidikan kepramukaan belum tentu dapat dikatakan sebagai Pramuka atau anggota Gerakan Pramuka. Untuk menjadi Pramuka sebenarnya tidaklah sekedar mengenakan pakaian seragam coklat muda-coklat tua, melainkan memerlukan persyaratan tertentu.

Kurangnya pemahaman terhadap pengertian Pramuka atau anggota Gerakan Pramuka itulah yang kiranya menyebabkan terjadinya data yang bias. Karena kenyataan¬nya pada jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi pendidik-an kepramukaan mengalami kemunduran jumlah anggota.

Memang untuk jenjang pendidikan dasar, lebih khusus lagi Sekolah Dasar, pada hampir semua sekolah merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh siswa. Maka jumlah anggota Gerakan Pramuka sebesar lebih 22 juta orang itu akan dapat dimengerti apabila keseluruhan jumlah siswa SD kelas 4, 5 dan 6 diakui menjadi anggota Gerakan Pramuka ditambah siswa SMP dan sekolah menengah serta mahasiswa yang memang terdaftar sebagai anggota Gerakan Pramuka. Untuk itulah kiranya perlu diteliti kembali apakah jumlah anggota Gerakan Pramuka sebesar itu benar-benar mencerminkan keadaan yang senyatanya.

Kembali pada persoalan semula, yaitu mengenai gejala pendidikan kepramu¬kaan semakin dijauhi oleh para remaja. Menurut pengamatan penulis gejala ini akan jelas menampak pada sekolah yang mengambil kebijakan untuk tidak mewajibkan siswanya mengikuti pendidikan kepramukaan, artinya siswa diberi kebebasan memilih kegiatan ekstra kurikuler sesuai dengan minatnya. Pada umumnya sekolah yang mengambil kebijakan seperti itu adalah SMP dan sekolah menengah.

Ada beberapa faktor yang dapat ditemukenali sebagai penyebab kurangnya minat siswa untuk mengikuti pendidikan kepramukaan. Adapun beberapa faktor itu adalah bahwa pendidikan kepramukaan dianggap telah ketinggalan jaman, merosotnya mutu proses pendidikan kepramukaan dan rendahnya jumlah Pembina yang berkualitas.

Ketinggalan Jaman
Pada tahap perkembangan ilmu dan teknologi serta arus informasi yang demi¬kian pesat dewasa ini, seakan pendidikan kepramukaan tetap saja berjalan di tempat. Berbagai materi dan metode yang dikenalkan hampir lebih sepuluh tahun yang lalu sampai saat ini masih disampaikan kepada para peserta didik tanpa mengalami pemba¬haruan. Para Pembina Pramuka dan Pelatih Pembina Pramuka terlalu berpegang pada pakem yang ada, seakan tidak peduli terhadap kemajuan di sekilingnya.

Memang prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan senantiasa harus dipegang teguh dalam proses pendidikan kepramukaan, karena hal itu merupakan ciri utama yang membedakan antara pendidikan kepramukaan dengan bentuk pendidikan lainnya. Namun materi yang diberikan serta metode pembelajarannya harus selalu dikembangkan mengikuti perkembangan jaman.

Kemampuan mengembangkan materi serta metode pembelajaran itulah yang saat ini miskin dikuasai oleh para Pembina Pramuka. Kebanyakan dari mereka dalam proses latihan rutin dari tahun ke tahun selalu hanya mengandalkan buku rujukan Kursus Pembina Mahir Dasar atau Lanjutan.

Untuk itulah pada kurikulum Kursus Pembina Mahir Dasar dan Kursus Pembi¬na Mahir Lanjutan perlu dicantumkan pokok bahasan tentang inovasi teknologi pendidikan kepramukaan, yaitu suatu pokok bahasan yang memberikan bekal pada Pembina Pramuka agar mampu melakukan pembaharuan di bidang materi dan metode pembela-jaran untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Konteks menyesuaikan jaman artinya adalah melakukan pembaharuan pendidik-an kepramukaan sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangan anak dan remaja pada jaman dimana ia hidup.

Berkaitan dengan hal itu, maka akan dapat kita kaji kembali: sejauhmana keterkaitan keterampilan semaphore, morse, dan tali temali pada pendidikan kepramukaan dalam era globalisasi informasi serta teknologi canggih dewasa ini? Memang pada era Baden Powell, awal abad ini, semaphore dan morse merupakan alat yang ampuh dalam melakukan komunikasi jarak jauh dan tali temali merupakan keterampilan utama yang diperlukan dalam melakukan pionering.

Fakta lain menunjukkan bahwa pada perkembangan dewasa ini pendidikan kepramukaan jauh kalah populer dibanding dengan kelompok pecinta alam. Perkembangan kegiatan kelompok pecinta alam sudah sedemikian pesatnya sehingga muncul aktivitas yang menarik bagi remaja seperti panjat tebing, caving, dan mountainering. Pada perkembangan yang sama sebagian besar satuan Gerakan Pramuka masih melakukan kegiatan alam terbuka dengan acara mencari jejak, permainan berbagai macam sandi, wide game yang dipandang oleh remaja terlalu monoton dan sudah kuno. Padahal sejarah pertum-buhan Gerakan Pramuka di Indonesia lebih tua dibanding dengan kelompok pecinta alam. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal sebagian besar aktivitas pendidikan kepramukaan adalah di alam terbuka serta diikuti usaha mengenal dan menanamkan rasa mencintai alam. Keadaan ini tidak akan terjadi manakala Pembina mampu mengembangkan dan mengemas kegiatan sesuai dengan minat anak dan remaja sesuai dengan jamannya, bukan jamannya Kakak Pembina.

Perlu Pembaharuan
Untuk itulah sudah saatnya Gerakan Pramuka melakukan kajian mengenai usaha meningkatkan relevansi pendidikannya, utamanya menyesuaikan materi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan perubahan jaman dan kebutuhan masyarakat. Usaha itu adalah upaya untuk menarik minat para anak dan remaja agar tertarik pada pendidikan kepramukaan.

Usaha melakukan pembaharuan materi dan metode pembelajaran itu kiranya tidak akan bertentangan dengan ide dasar Baden Powell tentang pendidikan kepanduan atau kepramukaan. Baden Powell kepada para Pembina, dalam bukunya Penolong untuk Pemimpin Pandu, menyatakan bahwa dalam pendidikan kepanduan bukan isi pelajarannya yang terpenting tetapi cara-caranya. Menurut Baden Powell pendidikan kepanduan/kepramukaan adalah suatu sistem pendidikan yang membimbing anak dan remaja untuk melahirkan segala sesuatu secara benar, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, memberikan kesempatan pada perkembangan inisiatif, kedisiplinan diri, percaya diri dan menentukan tujuan sendiri.

Dari pernyataan Baden Powell tersebut tersirat bahwa pendidikan kepramukaan memiliki sifat universal dalam perspektif tempat maupun waktu. Pemahaman keuniversalan pendidikan kepramukaan selama ini hanyalah pada perspektif tempat saja, artinya pendidikan kepramukaan dapat dipergunakan dimana saja untuk mendidik anak dan remaja dari bangsa di seluruh muka bumi. Pemahaman keuniversalan yang sempit inilah mengakibatkan kemandegan pengembangan pendidikan kepramukaan.

Pada perspektif kekinian dan ke depan usaha pembinaan kepribadian dan watak generasi muda melalui pendidikan kepramukaan tidak akan cukup hanya memperkenal¬kan kepada mereka keterampilan semaphore, morse, dan tali temali sementara nilai dan norma sosial yang berkembang di masyarakat telah diwarnai dengan suasana teknologi yang serba canggih. Justru pada perspektif kekinian dan ke depan pendidikan kepramukaan harus mampu mengemas materi dan metode pembelajarannya yang disesuaikan dengan permasalahan aktual yang sedang dihadapi dan tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Merosotnya Mutu
Di samping masalah ketertinggalan materi dan metode pembelajaran pendidikan kepramukaan dengan perkembangan jaman, faktor lainnya adalah merosotnya mutu proses pendidikan kepramukaan itu sendiri. Merosotnya mutu proses pendidikan kepramukaan ditandai dengan kesalahan penerapan prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan. Keadaan itu dapat terjadi karena kualitas Pembina sebagian besar belum memadai. Salah satu indikator hasil proses pendidikan kepramukaan yang berkualitas dapat dilihat pada seberapa banyak peserta didik yang mampu dilantik (lulus ujian SKU) dan sejauhmana mutu peserta didik yang dilantik itu. Dengan tidak mengecilkan arti data yang masuk ke Kwartir Cabang/Daerah/Nasional, kita dapat melihat banyak peserta didik yang mengenakan seragam Pramuka tanpa dilengkapi dengan tanda kecakapan umum. Padahal bagi seorang Pramuka tanda kecakapan umum merupakan suatu penghargaan atas prestasi belajar dan usahanya. Hal ini menandakan bahwa pada aspek kuantitas saja hasil proses pendidikan kepramukaan belum memadai karena tidak mampu memotivasi peserta pendidikan kepramukaan untuk berprestasi dan berusaha.

Rendahnya kualitas proses pendidikan kepramukaan serta rendahnya jumlah Pembina Pramuka yang bermutu menyebabkan peserta didik menjadi bosan sehingga meninggalkan pendidikan kepramukaan dan mencari bentuk ekstra kurikuler atau aktivitas di luar sekolah yang menurutnya lebih menarik dan dapat menampung jiwa serta aspirasi remaja yang saat ini sedang berkembang.

Karena itulah Gerakan Pramuka harus melakukan mawas diri, yang terpenting pada usia yang sudah cukup matang ini diharapkan para Pembina Pramuka dan Pelatih Pembina Pramuka menyikapi pendidikan kepramukaan dengan perspektif keuniversalan yang kekinian dan ke depan. Diharapkan dengan sikap itu kita tidak canggung lagi dalam mengadakan koreksi dan pembaharuan pendidikan kepramukaan agar tetap menarik di hati para generasi muda. Dengan demikian pendidikan kepramukaan tetap memiliki makna dalam usaha pembinaan generasi muda bangsa Indonesia. Semoga.